Kamis, 26 Februari 2009

Ketika Hatiku Terjajah Oleh Otak

Hati ini bergetar, entahlah aku pun tak tahu mengapa. Disesaknya manusia yang sibuk lalu-lalang, kulihat ia dengan semangatnya. Dunia tak membuatnya berhenti tuk berlari. Mungkin karena angin pun takkan berhenti berhembus oleh auman manusia-manusia serakah. Entahlah apakah benar apa yang kukira.

Betapa dahsyat ia menerjang, hingga mata terpedaya olehnya. Semangatnya seperti matahari pagi yang perlahan tapi pasti memanaskan bumi bahkan untuk manusia yang tak tahu diri sekalipun. Ia seperti rembulan di malam pekat yang memberikan pelita tuk setiap mata yang buta. Dunia Memandang ia bukan siapa, karena manusia terlalu serakah pada benda hingga intan mulia tak nampak lagi oleh mata.

Berikan aku semangat itu, dan akan kusapu jagad raya ini dengan cinta. Menyiramnya dengan kasih sayang dan menanamkan makna Tuhan pada mereka. Karena sepertinya sudah terjangkiti pikiran mereka dengan hal yang membuat mereka lupa diri. Tetaplah bertarung dengan dunia karena sudah habis masanya prajurit-prajurit dengan senjatanya yang siap menodong manusia bringas dan angkuh, tetaplah berkiprah karena tlah habis masanya sipitung dan pahlwan-pahlawan yang lain tuk melawan penjajah.

Penjajah yang nyata bagi bangsa ini bukan lagi belanda dan jepang dijaman kolonial, bukan pula bapak-bapak tua di rezim itu. Penjajah bagi bangsa ini adalah diri mereka sendiri yang tak sadar telah menjadikan dirinya korban dari keegoisan dan kehilangan rasa bersyukur. Yang slalu mengatakan ”aku begini karena usaha ku, bukan karena siapa-siapa”. Disitu ada diriku juga yang menjajah hati dengan otak. Berusaha mengelabuinya dengan berjuta alasan namun ia tetap membangkang dan otak selalu mengelak karena tak mau mengakui kesalahan.

Esok pasti kan terbit mentari dan ku ingin begitu juga dengan semangatmu
Esok pasti kan ada rembulan dan kuingin begitu juga dengan kepedulianmu.
Ketika hari dan dunia sudah mulai tua dan kau lelah, yakinlah Tuhan tak seperti itu. Tuhanmu kan selalu perkasa meski dewasa kan menjadi balita, meski penguasa menjadi tak punya apa-apa. Bergantunglah padanya dengan apa yang kau punya. Pun meski tanpa apa-apa ia kan mendekapmu dengan CintaNYA,’

Ya hatiku bergetar entah kenapa,, itu sebelum kutahu penyebabnya, namun kini tidak lagi. Getaran itu berganti menjadi air mata yang perlahan menitik satu persatu di pipi. Aku ingin semangat itu untukku, dia dan mereka.
Karena itu berikan aku semangatmu tuk membersihkan penyakit bangsa ini.

( Setelah tertawa terpingkal-pingkal hingga akhirnya sadar ada manusia hebat di antah berantah)

2 komentar:

  1. wahh..
    keren postingannya !

    bukti nyata bahwa ANDA bisa kakak ku !!


    huwahuwahuwahuwahuwahuwahuwa....

    BalasHapus
  2. INI BUKTINYA : PUTUSAN SESAT PERADILAN INDONESIA

    Putusan PN. Jkt. Pst No.Put.G/2000/PN.Jkt.Pst membatalkan demi hukum atas Klausula Baku yang digunakan Pelaku Usaha. Putusan ini telah dijadikan yurisprudensi.
    Sebaliknya, putusan PN Surakarta No.13/Pdt.G/2006/PN.Ska justru menggunakan Klausula Baku untuk menolak gugatan. Padahal di samping tidak memiliki Seritifikat Jaminan Fidusia, Pelaku Usaha/Tergugat (PT. Tunas Financindo Sarana) terindikasi melakukan suap di Polda Jateng.
    Ajaib. Di zaman terbuka ini masih ada saja hakim yang berlagak 'bodoh', lalu seenaknya membodohi dan menyesatkan masyarakat, sambil berlindung
    di bawah 'dokumen dan rahasia negara'.
    Maka benarlah statemen KAI : "Hukum negara Indonesia berdiri diatas pondasi suap". Bukti nyata moral sebagian hakim negara ini sudah sangat jauh sesat terpuruk dalam kebejatan.
    Permasalahan sekarang, kondisi bejat seperti ini akan dibiarkan sampai kapan??
    Sistem pemerintahan jelas-jelas tidak berdaya mengatasi sistem peradilan seperti ini. UUD 1945 mungkin penyebab utamanya.
    Ataukah hanya revolusi solusinya??

    David
    HP. (0274)9345675

    BalasHapus