Kamis, 05 Maret 2009
Ubi Goreng dan Semir Sepatu
Ia tak pernah mengatakan lelah, namun seharusnya kita tau keadaannya. Tak pernah ia mengemis tuk sesuap nasi tuk mengisi perutnya yang lapar dan kita pun tak pernah peka akan hal itu. Guratan keceriaannya menggambarkan bahwa hidup tlah bersahabat dengannya hingga ia hanya mengandalkan nasib dan tas yang dipakainya. Kemana Tuhan kan membawanya hari ini, ia bahkan tak tahu. Yang pasti kan selalu ada cela untuknya tuk menikmati hidup meski cacing-cacing diperutnya penuh dengan protes karena lapar...
Ia, ingin sekali aku menyapanya. Namun ia sedang sibuk dengan urusannya. Sepatu, semir, dan ubi goreng yang masih panas. Jika para anak pejabat pagi ini pusing dengan agenda menghambur-hamburkan uang mereka. Ia malah sibuk memilih, yang mana dulu, ubi goreng atau semir sepatu. Menghabiskan ubi goreng dulu tapi....yang punya sepatu nunggu...ahhh padahal aku tahu ia lapar.
Maaf, sepatuku terbuat dari karet dan warnanya pun putih...Aku takkan memberikanmu uang tanpa kerja yang seharusnya kau lakukan. Karena ku tahu kau bukan pengemis dan harga dirimu jauh diatas itu,bahkan lebih dari harga diri orang-orang berdasi yang ada di negeri ini yang tega merampas hakmu dan teman-temanmu.Ingin aku berbagi roti isiku tapi tetap saja berat bagiku, aku ingin menjadi sahabatmu dan bukan hanya roti isi yang akan kubagi....
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar